Senin, 06 Maret 2023

IBAD AMIN PEMBAWA MUHAMMADIYAH KE KUANTAN SINGINGI

In Memoriam Ibad Amin

Pembuka Dakwah Muhammadiyah  di Kuantan Singingi

--------------

TUMBUH kembang Muhammadiyah di Kuantan Singingi tidak bisa dilepaskan dari sosok yang satu ini. Dialah “Pembuka Dakwah Muhammadiyah di Kuantan Singingi.”


Sosok yang dimaksud adalah IBAD AMIN kelahiran Desa Sangau, Kecamatan Kuantan Mudik sekitar tahun 1910-an.  Cerita berkembangnya Muhammaiyah berawal ketika Ibad Amin mendapat  mandat dari AHMAD RASYID SUTAN MANSUR untuk mempersiapkan pendirian ranting Muhammadiyah di LUBUK JAMBI.


Ahmad Rasyid Sutan Mansur yang lebih dikenal sapaan AR SUTAN MANSUR merupakan konsul Muhammadiyah Minangkabau meliputi Tapanuli dan Riau pada 1931 hingga 1944. Ia diangkat jadi konsul  berdasarkan keputusan  Kongres Muhammadiyah ke-19 di Minangkabau pada 14-26 Maret 1930. 


Kongres melahirkan sebuah keputusan agar setiap Karesidenan memiliki wakil dari Hoofdbestuur Muhammadiyah yang disebut sebagai Konsul Muhammadiyah.


Kelak AR Sutan Mansur nikah dengan FATIMAH – Kakak Buya HAMKA dan menjadi Ketua PP Muhammadiyah (1953-1956 dan 1956-1959). Ketua PP Muhammadiyah (1959-1962), K.H. RADEN MUHAMMAD YUNUS ANIS menyebut AR Sutan Mansur sebagai “Bintang Muhammadiyah dari Barat”. Gelar ini diberikan karena kedalaman ilmu tasawuf yang dimilikinya.


Sebelum kedatangan Ibad  Amin ke Lubuk Jambi, dua orang utusan dari Lubuk Jambi: DASIN JAMAL dan SULAIMAN KHATIB terlebih dahulu menemui AR St. Mansur di Padang Panjang. Mereka minta bantuan AR St. Mansyur mengirimkan utusan untuk mempersiapkan pendirian ranting Muhammadiyah di Lubuk Jambi. 


AR Sutan Mansur kemudian menyanggupi dan berjanji segera mengirim Ibad Amin,  “putra daerah ” asal Lubuk Jambi  yang waktu itu sedang bertugas mengajar di KERINCI, SUNGAI PENUH sebagai utusan Sumatra Thawalib Padangpanjang.


Pada awal September 1933, Ibad Amin datang dengan membawa mandat dari AR Sutan Mansur ke Lubuk Jambi. Ia menjumpai Dasin Jamal dan Sulaiman Khatib yang sebelumnya sudah menjumpai AR Sutan Mansur di PADANGPANJANG. 


Kedatangan  Ibad Amin mendapat sambutan hangat.  Setelah selesai mengurus segala sesuatu yang menyangkut dengan perizinan kepada Pemerintah, Penghulu, dan Orang Godang, Ibad Amin mengadakan rapat persiapan. Rapat dilaksanakan di SURAU GODANG, Pasar Lubuk Jambi. 


Lalu pada 9 September 1933, terbentuklah kepengurusan Muhammadiyah Ranting Lubuk Jambi.  Semua tokoh yang mengambil inisiatif dan jadi pengurus pertama Ranting Muhammadiyah adalah putra Lubuk Jambi sendiri.  


Akhirnya Ibad Amin ditunjuk sebagai Penasehat dan Ketua,  Mudasin (Wakil Ketua), Sulaiman Khatib  (Sekretaris),  Raja Ibrahim (Keuangan), Sa’ad Manan dan Arsyad (Pembantu). Kepengurusan ini langsung berhubungan dengan Pengurus Utama di Yogyakarta.


Ternyata dalam perjalanan  setelah kepengurusan Muhammadiyah ini mendapatkan pertentangan di Lubuk Jambi. Pertentangan itu datang dari kalangan  ninik mamak dan kaum adat yang punya pengaruh dalam kehidupan masyarakat Lubuk Jambi.  Terutama sebagai pengatur tatanan kehidupan sosial masyarakat merasa dilangkahi.


Ninik mamak dan kaum adat ini mempunyai kedudukan sentral dan kuat dalam pelbagai kehidupan dalam masyarakat Lubuk Jambi. Termasuk dalam kehidupan sosial kemasyarakatan dan agama yang menentang Muhammadiyah mendirikan mesjid di perkampungan.  


Kaum ninik mamak  menilai Muhammadiyah mengubah kebiasaan lama masyarakat Lubuk Jambi dengan kebiasan baru.  Misal dalam pelaksanaan  salat Jumat. Sebelumnya salat Jumat dilaksanakan di satu tempat, yaitu di MASJID JAMIK Koto Lubuk Jambi. Atau di satu komando di bawah ninik mamak. 


Tujuannya ini bertujuan agar ninik mamak dapat melakukan pembinaan terhadap masyarakat Lubuk Jambi. Namun seiring dengan pertambahan jumlah penduduk tidak memungkinkan jika pelaksanaan sholat Jumat diadakan di Masjid Jamik di Koto Lubuk Jambi.


Akhirnya  ninik mamak dan kaum adat mau menerima dan memberikan “laluan” kepada  Muhammadiyah untuk mendirikan mesjid di desa-desa. Hal ini bertujuan untuk mempermudah masyarakat dalam pelaksanaan salat Jumat. 


Dalam perjalanannya selanjutnya,  Muhammadiyah ranting Lubuk Jambi kemudian berkembang. Pada masa kepemimpinan Hasan Arifin (1935- 1940) Muhammadiyah Ranting Lubuk Jambi menjadi emat ranting.  Yaitu Ranting Kinali (1937), Ranting Sungai Pinang (1938), Ranting Pebaun, dan Ranting Cengar (1938). 


Dengan adanya ranting ini maka persyaratan bagi Muhammadiyah Lubuk Jambi untuk mendirikan cabang terpenuhi, sehingga terbentuklah Muhammadiyah Cabang Lubuk Jambi tahun 1938. Berdirinya Cabang Muhammadiyah Lubuk Jambi ini maka meluaslah Muhammadiyah sampai ke Telukkuantan,  Baserah,  Cerenti, Peranap sampai ke Indragiri.


Muhammadiyah Cabang Lubuk Jambi juga mengembangkan amal usaha yang telah dimiliki. Dan, amal  usaha Muhammadiyah kini terus berkembang.


---------------


SELAIN tokoh tokoh Muhammadiyah,  Ibad Amin juga seorang pejuang yang namanya kini dikenang masyarakat  Kuantan Singingi. Bersama pejuang lainnya seperti  Intan Hoesin, Radja Roesli,  Ma’rifat Mardjani,  Sarmin Abrus, Umar Usman, Hasan Basri,  Syafii Yatimi, Thoha Hanafi, Syaidina Ali, Abdul Raoef, Muhammad Noer Raoef, Amin Hoesin, Ibnu Abbas ikut  mengusir penjajahan dari bumi Kuantan Singingi.


Ibad  Amin juga termasuk pejuang yang menentang  tindakan  kewenangan-wenangan  pemerintah  pusat terhadap pemerintah daerah. Ia bergabung  dengan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI)  yang dibentuk oleh Ahmad Husein di Padang pada 15 Februari 1958 melawan Pemerintah Pusat.  PRRI membentuk pemerintah “tandingan” dibawah Perdana Menteri Mr. SJAFRUDDIN PRAWIRANEGARA melawan tindakan kesewenangan-wenangan Pemerintah Pusat. 


Ibad Amin bergabung dengan pasukan DEWAN BANTENG yang mendukung PRRI dalam melawan Pemerintah Pusat.  Pemerintah pusat membentuk OPERASI 17 AGUSTUS untuk menumpas PRRI di Sumatra Barat yang dipimpin oleh KOLONEL AHMAD YANI.


Dan Ketika Riau masih tergabung dengan Provinsi Sumatera Tengah, Ibad Amin pernah menjadi asisten wedana atau camat di  Kabupaten Indragiri. Yakni camat di KUANTAN HILIR, KUANTAN MUDIK (1956-1958) dan Camat MANDI ANGIN di Bukittinggi (1958).

---------------

IBAD AMIN menikah dengan  MARISSA seorang  bidan kampung di Lubuk Jambi. Dari pernikahannya itu mereka mempunyai  buah hati yakni Sri Chairani lahir (1940), Mulyadi (1944), Edi (1946), Sri Chairati (1948), Sri Adek (1950), Sri Warni (1952), Sri Gunawan (1954), dan Iskandar Alamsyah (1956).


Ibad Amin menjalani  pendidikan di Sumatra Thawalib Padang Panjang.  Ia berguru langsung kepada  BUYA KARIM AMARULLAH  yang juga orang tua Haji Abdul Karim Amarullah (HAMKA)  dan AR Sutan Mansur yang juga istri dari Kakak HAMKA bernama FATIMAH.  


Ketekunannya dalam belajar, usai  menyelesaikan  sekolah di Thawalib Padang Panjang,  Ibad  Amin diutus menjadi guru di Kerinci, Sungai Penuh. Dan tugas mulia sebagai “cik gu” itu ditinggalkannya setelah mendapatkan kepercayaan dari konsul  Muhammadiyah  AR Sutan Mansur mengembangkan Muhammadiyah di kampung halamannya Lubuk Jambi pada 1933.

------------

SEBAGAI ulama dan tokoh pejuang Ibad Amin meninggal dunia ketika ikut  bergabung dengan PRRI melawan pemerintah pusat. Informasi yang diterima salah seorang cucunya REFLIZAR, Ibat Amin meninggal sekitar tahun 1958.


Reflizar hanya mengatakan datuknya meninggal tanpa jejak. Bagaimana semua itu bisa terjadi? Inilah kisahnya sebagaimana diceritakan Zusheni Gayatri yang juga cucu Ibad Amin dari anaknya Sri Chairati.  


Zulhesni  menceritakan kronogis kepergian datuknya berdasarkan cerita dari ibunya Sri Chairati yang menyaksikan langsung peristiwa mencekam malam itu. 

-----------

Tengah malam datuk  seperti kebiasaan menjelang tidur, Datuk  mengaji alquraan. Datuk membelai rambut Sri Chairati anak gadisnya yang tengah berbaring di pahanya. 


Tiba-tiba  datang sekelompok orang memakai sebo yang mengaku suruhan Bupati Indragiri Tengku Bey. Orang itu  menyuruh Datuk menghadap bupati karena ada sesuatu hal penting.


Datuk minta izin  mengganti pakaian jubah putih dan kopiah haji yang dipakainya ke kamar ganti..Alasannya tak layak memakai pakaian seperti  itu menghadap bupati. 


Namun orang yang menjemput itu tidak mengizinkan Datuk untuk menggantikan pakaian jubah putih yang dipakaianya. Tiba-tiba saja orang yang menjemput datuk meletakkan pedang bengkok ke leher belakang Datuk sambil mengajak pergi. 


Suasana malam yang hening tiba-tiba mencekam mencekam. Anak-anak Datuk yang lagi tidur terbangun dan bertangisan mendekap nenek Marissa yang terduduk lemas.  Sejak itu Datuk tidak kembali lagi.

-----------

REFLIZAR  menduga  Ibat Amin   dibunuh oleh pasukan Pemerintah Pusat yang lagi melakukan operasi 17 Agustus untuk menumpas pasukan PRRI. 


Ibat Amin adalah tokoh penting pendukung  PRRI melawan Pemerintah Pusat yang saat itu tengah bergejolak. Ia merupakan salah seorang target tokoh yang  dicari untuk dihabisi.


“Itu dugaan saya karena pada waktu itu banyak juga tokoh-tokoh pro PRRI  seangkatan datuknya di Lubuk Jambi  diculik orang tak dikenal,” ujar ONGAH sapaan akrab wartawan multi telenta di Kuantan Singingi ini.


Reflizar  hanya tahu neneknya Marisa meninggal dalam usia 80 tahun di Desa Pulau Binjai Lubuk Jambi bertepatan bulan Suci Ramadhan pada tahun 1980. “Saya ingat ketika nenek Marisa meninggal dunia saya masih kelas empat di SD 004 Seberang Pantai dan tinggal bersama nenek di Pulau Binjai," ujar Reflizar yang diwaktu kecil disapa Maulid tersebut.


Ibad Amin memang telah meninggal. Namun, jasanya terhadap perjuangan dalam membesarkan Muhammadiyah dan berjuang melawan penjajahan ini tidak akan pernah hilang. Ia disebut TOKOH bukan karena DITOKOHKAN tapi karena kontribusi, perjuangan, dan sumbangan tenaga dan pemikirannya terhadap negara ini.


Selamat jalan datuk. 

Rilisan Reflizar Mulid

Tidak ada komentar:

Posting Komentar